Minggu, 30 November 2008

Mentalitas Presiden

by : Ubaydillah, AN (www.e-psikologi.com)

Bayangkan kalau anda saat ini sedang menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia. Dengan kondisi ekonomi dalam negeri yang dirasakan belum pulih dari krisis, maka andalan yang bisa menopang adalah devisa luar negeri yang didapatkan dari sektor pariwisata. Tak lama berjalan, peristiwa pengeboman dan ancaman keamanan lain yang mengganggu membuat sektor andalan ini pun akhirnya terganggu. Andalan penopang berikutnya adalah sektor pengiriman tenaga kerja ke luar negeri. Itupun tak berjalan lama karena tiba-tiba kawasan Timur Tengah yang selama ini paling banyak mendatangkan tenaga kerja dari Indonesia dilanda perang. Masih bisa tenang karena negara lain yang membutuhkan tenaga kerja dari Indonesia diperkirakan cukup untuk bertahan sampai perang usai. Namun ternyata virus flu burung datang melanda sejumlah negara yang diandalkan itu. Jadi ?

Tentu sudah bisa dibayangkan reaksi penolakan masyarakat kalau misalnya selaku presiden atau wakil presiden tidak bertanggung jawab atas jumlah kesempatan kerja di sektor pariwisata yang drastis turun di Bali, karena yang meledakkan Bom bukan aparat pemerintah atas instruksi presiden. Silahkan para calon TKI mengurusi dirinya masing-masing karena yang berperang bukan pemerintah RI tetapi Bush dan Saddam. Dan carilah doa yang cocok atas virus flu burung.

Lalu apa sebenarnya kunci sukses seorang presiden untuk bisa keluar dari masalah yang sangat kompleks seperti tersebut diatas? Jika ditelaah lebih lanjut maka kunci suksesnya terletak pada kualitas mental seorang presiden. Pertanyaan berikutnya adalah dari manakah kualitas mental itu bisa dipelajari?


Mengambil Tanggungjawab Negeri

Ilustrasi di atas rasanya cukup untuk mengatakan bahwa kunci mendapatkan reward sebagai seorang presiden adalah terletak pada kualitas mental. Meskipun secara politik jabatan presiden hanya diduduki oleh segelintir orang dalam kurun waktu lima tahun atau lebih, tetapi secara alamiah semua manusia telah menjadi "presiden" bagi negeri-dirinya. Persoalan yang timbul kemudian, mengapa tidak semua orang mendapat reward sebagai presiden dari negerinya? Dapat ditebak, karena mentalitas untuk mempertanggungjawabkan persoalan negeri diserahkan kepada presiden negeri lain.

Jabatan presiden secara politik dan alamiah menuntut tanggung jawab persoalan negeri tidak sekedar "from enjoyment to enjoyment" tetapi ketika berupa tanggung jawab maka enak dan tidak enak haruslah dijadikan santapan pertama untuk ditelah. Dari penjabaran imajinatif di atas, persoalan yang menjadi tanggung jawab presiden bukan semata persoalan yang diakibatkan oleh pengabaian birokrasi yang bobrok di dalam negeri tetapi persoalan yang sifatnya efek samping dari persoalan yang dibuat oleh orang lain di negerinya ketika efek samping itu sudah punya pengaruh riil terhadap kehidupan di dalam negeri. Mentalitas presiden seperti yang dikatakan Covey adalah menentukan reaksi yang cocok atas efek yang ditimbulkan oleh lingkungan dan orang lain. "Our ultimate freedom is the right and power to decide how anybody or anything outside ourselves will affect us."

Atas tanggung jawab yang besar itu, seorang presiden dituntut memiliki keahlian untuk mengalokasi resources mengingat watak persoalan yang bisa muncul dari negeri lain terkadang seperti kata Shakespeare bahwa persoalan amat sangat jarang muncul secara sendirian melainkan menyerbu dari segala penjuru. Selain itu persoalan seringkali muncul dalam kondisi di mana anda belum benar-benar siap menerimanya. Bisa jadi penyebab persoalan sudah ditemukan tetapi bentuk solusi yang dibutuhkan belum ditemukan. Kalau bentuk solusi ditemukan mungkin saja cara untuk menuju solusi masih gaib. Begitu penyebab, solusi dan cara sudah didapatkan barangkali yang muncul adalah teka-teki pilihan yang juga tidak bisa dibilang gampang. Persoalan situasional demikian memang hanya terjadi dalam siklus tertentu yang juga menjadi bagian dari hidup ini.


Living with PANCASILA

Baik jabatan politis atau mentalitas, seorang presiden sudah dibuatkan acuan bagaimana solusi persoalan negeri dapat diciptakan. Salah satu acuan yang dapat dijadikan materi pembelajaran diri adalah rumusan Pancasila yang antara lain sudah berisi ajaran tentang:


1. Meletakkan Tuhan

Tuhan adalah nilai-nilai keluhuran di langit, sumber kekuatan tak terbatas, dan kontrol keseimbangan hidup yang secara mekanisme-tekhnis telah diatur oleh semua agama baik samawi atau ardhi. Bertuhan dengan demikian menjadi kebutuhan naluriah semua manusia sampai pun ketika manusia menolak untuk mengakui, kebutuhan itu akan tetap muncul pada titik di mana manusia tidak bisa menahan. Orang yang tidak merasa dirinya punya pegangan nilai-nilai ketuhanan, merasa tidak mendapat perlindungan, merasa tidak dikontrol oleh nilai-nilai itu maka secara psikologis akan mudah goyah atau gampang menciptakan deviasi penyimpangan perilaku yang menyebabkan kerusakan bagi dirinya, orang lain dan alam.


2. Kemanusiaan

Persoalan dalam negeri tidak bisa diselesaikan hanya dengan kekuatan tak terbatas Tuhan yang masih di langit melainkan perlu proses bagaimana mengejawentahkan nilai dan kekuatan itu di dalam diri berdasarkan hukum bumi. Bagian mendasar hukum bumi untuk menyelesaikan persoalan adalah menjalin hubungan kemanusiaan secara adil: win-win position, sikap assertive dan beradab: kredibilitas moral dan perlakuan rasional-humanistik. Hubungan kemanusian yang adil dan beradab adalah cadangan ketika kita menghadapi persoalan yang secara matematis tidak bisa dilumpuhkan oleh keterbatasan yang kita miliki. Persoalan itu baru akan selesai ketika anda punya jalinan hubungan dengan manusia lain yang kekuatannya cukup.


3. Persatuan

Persatuan adalah upaya menciptakan kreasi kekuatan ketiga yang lebih kokoh untuk menghadapi persoalan hidup. Ide pokok persatuan bukan bagaimana menyatukan sesuatu yang sudah sama tetapi menyatukan hal yang berbeda mulai dari tingkat internal dan eksternal. Di tingkat internal persatuan adalah mengerahkan sekian kekuatan yang secara alamiah berbeda fungsinya untuk menggempur tantangan internal seperti ragu-ragu, pikiran negatif, sikap mental yang dihegemoni rasa tak berdaya, malas, dan lain-lain. Di tingkat eksternal, seluruh kreasi ketiga baik dalam bentuk barang atau jasa dihasilkan dari persatuan kekuatan yang berbeda dengan sentuhan ide kreatif. Semakin banyak wilayah yang dapat kita satukan berarti semakin besar kekuatan yang kita miliki untuk mennyelesaikan masalah.


4. Kerakyatan

Agar kreasi kita tidak menjadi bencana yang berarti awal dari problem maka dibutuhkan ketaatan terhadap kaidah kepemimpinan yang merujuk pada kehikmahan dan kebijaksanaan. Hikmah adalah penemuan makna hidup dan kebijaksanaan adalah kematangan yang mempertimbangkan posisi orang lain dan alam menurut kepentingan kemaslahatan. Keduanya merupakan manifestasi dari persatuan kekuatan, hubungan kemanusian dan hubungan ketuhanan. Kepemiminan presiden yang merujuk pada kebenaran sendiri jelas akan menyengsarakan rakyat di dalam negeri dan orang lain. Dengan kesengsaraan yang ditimbulkan maka sangat mungkin presiden perlu dilengserkan oleh kekuatan lain. Kalau kita sering menggunakan kebenaran sendiri tidak berarti akan menambah kekuatan justru bisa jadi akan membuka peluang untuk dilengserkan oleh diri kita dan orang lain.


5. Keadilan

Lawan dari keadilan adalah kezaliman yang berarti meletakkan sesuatu secara terlalu berlebihan sehingga merugikan sesuatu yang lain. Kebutuhan naluriah bertuhan harus diletakkan secara adil dengan kebutuhan alamiah untuk menjalin hubungan kemanusiaan. Kebutuhan alamiah untuk menjalin hubungan kemanusiaan harus diletakkan secara adil dengan kebutuhan ilmiah untuk mengasah kekuatan internal dan eksternal secara bersatu dan begitu sebaliknya. Tanpa ikatan yang meletakkan sesuatu secara adil, sangat jauh dari kemungkinan untuk menciptakan persatuan atau kepemimpinan hidup secara hikmah dan bijaksana. Dalam kondisi demikian mungkin sekali persoalan datang seperti pasukan dan tanggung jawab untuk merebut solusi diterima dengan cara membiarkan sebab tidak ada cadangan untuk menyelesaikan.

Ajaran Pancasila yang sebenarnya sudah mengandung dorongan untuk mengasah kecerdasan Intelektual, Emosional, dan Spritual, kalau dipikir lebih dalam, ternyata tidak cukup diterima hanya untuk dihafalkan tetapi menuntut komitmen "Living with" yang secara tidak langsung menuntut pembelajaran diri seperti bayi melangkah (baby-step learning model). Semoga hal ini menjadi renungan bagi kita semua.

Sakit Mental Pemimpin

by : Rhenald Kasali


Pemimpin tetaplah manusia biasa. Ia bisa lahir dari keluarga bahagia yang penuh kasih sayang, tapi juga bisa datang dari kalangan yang terbuang. Dan yang datang dari kalangan yang pertama belum tentu mampu memimpin dengan baik. Demikian pula yang dilahirkan dari kelompok ke-dua.

Di dunia ini kita bisa menemukan macam-macam tipe pemimpin, mulai dari pemimpin yang tegas, berani dan bijak, sampai pemimpin yang populis yang tidak berani. Di tengah-tengah kedua kutup itu terdapat banyak varian yang membuat kepemimpinan tidak efektif.

Banyak pemimpin yang berpikir ia akan sukses kalau ia bisa membuat segala sesuatu tenang. Living in harmony. Bila ada konflik ia segera bertindak. Setiap kali ada pihak yang mengadu ia tanggapi dengan menekan yang diadukan. Kadang cukup dengan perintah atau keluhan yang cukup membuat orang yang diadukan gerah. Karena pihak yang diadukan diam saja, maka urusan beres. Yang ia tidak tahu adalah, terjadi konflik yang semakin keras di level menengah yang mengakibatkan proses manajemen menjadi kacau dan hasil akhir yang diharapkan tidak optimal.

American Psychiatry Association mengingatkan agar hendaknya kita selalu berhati-hati karena dalam diri kita masing-masing selalu saja ditemui benih-benih penyakit kejiwaan. Mereka menyebutnya sebagai Mentally disorder personality type yang mengakibatkan kepemimpinan tidak efektif. Penyakit-penyakit jiwa seperti ini sesungguhnya banyak kita temui sehari-hari. Dari ke-15 penyakit jiwa itu, ada 9 (sembilan) yang saya lihat sangat mudah kita deteksi sebagai berikut.

Pertama adalah tipe pemimpin narcistic. Ini adalah pemimpin yang selalu ingin dianggap orang, bahkan ingin dianggap besar dan dikagumi (a need for admiration). Perilakunya persis seperti perilaku obsesif seorang yang kita lihat dalam sebuah iklan produk rokok nasional yang seakan-akan merasa dirinya seperti sutradara film terkenal (obsesi sutradara)

Yang kedua disebut yaitu orang yang memiliki rasa waspada yang sangat berlebihan (hypervigilant) karena sangat tidak percaya pada orang lain. Ia bahkan menduga orang-orang lain, bahkan orang-orang berprestasi tinggi yang diterima oleh publik sebagai orang-orang yang tidak jujur dan selalu memiliki agenda terselubung. Ia sangat mudah gelisah, khawatir, dan terlalu berhati-hati.

Tipe ketiga berikut ini ada banyak kita temui di sektor birokrasi dan di kalangan mereka yang mendalami ilmu/profesi di bidang keuangan. Mereka cenderung perfectionist, teliti, detail dan kontrol. Mereka menuntut dirinya dan orang-orang lain agar selalu patuh pada tahapan-tahapan prosedur dan aturan-aturan. Bagi mereka orang-orang yang tidak patuh adalah tidak bermoral, meski mereka sendiri tahu tidak mudah melakukan itu dan seringkali banyak kejanggalan-kejanggalan. Akibatnya mereka menjadi rigid dan dogmatik. Cenderung tertutup dan tidak memberi ruang bagi kreativitas dan hal-hal baru.

Berikutnya adalah tipe histrionic (histrionic personality). Ini adalah pemimpin yang senang mencari perhatian dari orang lain, tutur katanya seakan hangat, tetapi cenderung mendramatisasi sesuatu dan menggoda. Ia memiliki emosi yang berlebihan dan cenderung berkelompok.

Yang kelima adalah tipe dependent, yaitu orang-orang yang sulit bertindak mandiri. Ia selalu meminta petunjuk, submissive, sangat patuh dan cenderung menjadi, maaf, penjilat. Semua itu dilakukan dengan kesadaran bahwa dirinya bukanlah apa-apa. Dan karena itu ia mampu menghilangkan kediriannya. Ia selalu menunggu approval (persetujuan) dari orang lain.

Selain itu juga ada tipe depressive yang cenderung memiliki pesimistic outlook tentang segala hal. Di dalam situasi yang berubah dan mencekam, khususnya dalam masa transisi, pemimpin yang memiliki karakter seperti ini dengan mudah dapat kita temui. Di kalangan pengamat ekonomi dan politik misalnya, kehadiran mereka sangat terasa. Selain berbicara tentang segala hal secara negatif, sehingga seakan-akan tidak ada hari esok, mereka juga menyindir sinis setiap hal yang berbunyi positif dan optimistik. Mereka selalu menjanjikan faktor-faktor yang buram lewat kacamatanya yang gelap.

Kita masih punya tiga tipe pemimpin berpenyakit jiwa lainnya, yaitu schizotypical, passive-aggresive dan antisocial. Mari kita lihat satu per satu. Schizotypical adalah pemimpin yang cenderung eksentrik, selalu ingin berbeda, dengan kata-kata yang tidak enak didengar, sinis dan ingin cepat-cepat mengkritik orang lain. Di seminar-seminar ia selalu ingin angkat tangan dan cepat-cepat menusuk pikiran orang lain dan menganggap mereka salah dan hanya dirinya yang paling tahu. Akibatnya ia menjadi sulit dimana-mana, sulit membangun hubungan dengan orang lain.

Sementara itu, passive-aggresive adalah tipe pemimpin yang sulit sekali berkata “no” (tidak). Ia selalu ingin menyenangkan orang lain dan merasa mampu melakukan apa saja. Padahal ia punya keterbatasan-keterbatasan, namun mulutnya sulit menolak. Akibatnya ia akan mengalami suasana yang sulit, yaitu gagal berkomitmen.

Dan terakhir adalah tipe antisocial. Yang terakhir ini Anda dapat temui di berbagai rumah tahanan. Mereka adalah orang-orang yang selalu melanggar hukum, tidak merasa bersalah, tetapi sulit dipegang kata-katanya. Selain tidak jujur dan licin, selalu ada saja yang ditipunya.

Nah, masuk kategori manakah Anda? Mudah-mudahan tidak. Saya percaya kita adalah manusia pembelajar yang mampu me-recode dna kita. Namun kalau hasil yang Anda capai tidak optimal, baik bagi diri Anda, keluarga, ataupun perusahaan/organisasi, ada baiknya Anda memeriksa diri Anda baik-baik. Siapa tahu, persoalan itu ada di sini, di kepala kita sendiri. Ketika kita tidak bisa merubah orang lain, maka kita perlu berpikir. Jangan-jangan kita sendiri yang harus kita sembuhkan. Mari kita memeriksa diri kita.

Kuper

by : Rhenald Kasali

Seorang direktur utama terkenal sebuah Badan Usaha Milik Negara sangat besar di negri ini pernah berujar bahwa karyawan-karyawannya “kuper”. Saya agak maklum karena dirut ini bukanlah orang karier di perusahaan itu, melainkan diimport dari luar. Lagipula ia sudah banyak makan asam garam memimpin sejumlah perusahaan yang berbeda-beda.

Dibilang begitu tentu ada banyak orang yang tidak terima.

“Ini perusahaan besar, jangan main-main,” ujar seorang senior yang sangat dihormati di sana menolak ucapan itu.

Yang lain melanjutkan: “Emangnya dia pernah punya portfolio sebesar perusahaan ini? Jelas berbeda lah.”

Singkatnya mereka tidak terima.

Begitulah manusia memang cenderung menyangkal terhadap fakta-fakta baru yang mereka dengar. Faktanya sangat benar, mayoritas orang-orang yang bekerja di perusahaan-perusahaan besar, kemungkinan besar memang kuper (kurang pergaulan).

Bagaimana tidak?

Waktu mereka 95% dihabiskan di dalam perusahaan. Pulang-pergi adalah dari dan ke kantor yang sama. Tugas ke luar kota juga begitu. Begitu mendarat di bandara, mereka langsung dijemput protokol kantor. Jadi bergaul dengan sopir taxi saja tidak ada waktunya. Rapat, seminar, makan siang atau makan malam, pun dilakukan beramai-ramai dengan rekan kantor. Di kantor disediakan pula band pengiring untuk makan siang, sehingga siapa saja boleh bernyanyi di sana. Main tennis juga bisa di mess kantor. Bahkan tak jarang pula yang rumahnya disediakan kantor pada area tertutup untuk orang-orang lain.

Cobalah tengok ke dalam (perusahaan) dengan tatapan yang lebih halus. Spouses (pasangan, suami atau istri mereka) ternyata juga ditemukan (berjodoh) di kantor. Kasus-kasus perselingkuhan juga ditemui pada rekan-rekan kerja. Dan yang lebih menarik lagi, semua orang betah bekerja di kantor: turn-over karyawan sangat rendah, rata-rata usia karyawan di atas kepala empat dan promosi jabatan semuanya berasal dari dalam.

Implikasinya sangat jelas, organisasi menjadi tertutup dari dunia luar. Semua orang hanya membicarakan diri mereka sendiri, yaitu karier pribadi dan karier teman-temannya, fasilitas yang mereka terima, rezeki masing-masing, serta memperolok teman-teman yang tampak berbeda. Mereka memperolok orang yang bekerja lebih tekun dari mereka, atau mempunyai harta yang lebih banyak. Kalau ada yang rela pulang lebih larut malam dianggap sebagai penghianat dari pada prestasi. Kalau bos dekat dengan salah satu orang yang bukan anggota paguyuban mereka, akan segera disikat.

Banyak orang yang berkata bahwa orang lain tidak jujur, padahal kata-kata itu cuma refleksi dari perbuatannya sendiri. Mereka mudah tersinggung, senang ngomong negatif di belakang, tidak berani terus terang, senang menghambat orang-orang berprestasi, dan menganggap diri merekalah yang paling bermoral.

Fakta sesungguhnya: Mereka tidak tahu apa yang sebenarnya tengah terjadi di luar sana. Mereka hanya ngomel-ngomel, tapi tahukah mereka bahwa mereka sesungguhnya orang yang paling dikeluhkan?

Tentu saja masih ada orang yang tidak demikian pada lembaga-lembaga bernama besar. Mereka kerja keras, banyak gaul keluar dan berpotensi jadi pemimpin. Namun mereka sering terpinggirkan.

Fakta-fakta ini adalah persoalan terbesar dalam perubahan. Orang-orang yang tidak pernah melihat cahaya akan merasa terganggu manakala seorang membuka jendela di ujung sana. Mereka segera berteriak-teriak minta ditutup. Mereka mengabaikan pasar, mereka merasa diri merekalah yang paling tahu. Padahal mereka sedang ditinggalkan dan bahkan ditertawakan oleh pasar (konsumen).

Solusinya sederhana sekali: Buka semua jendela yang ada agar hawa segar segera masuk, nyalakan lampu-lampu yang telah lama di matikan, lalu buka pintu lebar-lebar dan biarkan orang-orang di luar masuk ke sini, dan biarkan mereka yang di dalam ikut bermain di luar. Lalu buka pelatihan-pelatihan ke luar, biarkan pelatihan-pelatihan Anda diikuti karyawan/eksekutif dari luar kantor Anda. Buat semua orang bergaul, dan hapuskan fasilitas-fasilitas paguyuban agar mereka semua mau juga bergaul di luar.

Setelah itu bongkar struktur organisasi yang tertutup, perbaiki budaya organisasi dan lindungi orang-orang baru agar tidak menjadi sama dengan orang-orang lama. Pergaulan luas adalah modal penting untuk menafsirkan evolusi. Sesuatu yang berubah tak dapat dipahami oleh orang-orang yang hanya sembunyi dalam tempurungnya masing-masing. Pergaulan luas akan mengangkat rasa percaya diri dan membuang prasangka-prasangka negatif. Lihatlah mereka akan kegerahan dan berteriak-teriak. Tapi itulah kesempatan yang terakhir bagi mereka untuk melakukan itu.

Selamat menimbulkan kekacauan, untuk kebaikan.

Modal Sosial

1.Latar Belakang Masalah

Penganggguran terus bertambah. Kemiskinan semakin sulit dikendalikan. Kriminalitas semakin meningkat dimana-mana. Francis Fukuyuma (1999) dengan meyakinkan beragumentasi bahwa Modal Sosial memegang peranan yang sangat penting dalam memfungsikan dan memperkuat kehidupan masyarakat modern. Modal sosial sebagai sine qua non bagi pembangunan manusia, pembangunan ekonomi, sosial, politik dan stabilitas demokrasi. Unsur penting dari “social contract” ini antara lain apa yang mereka sebut sebagai karakteristik jaringan sosial, pola-pola imbal balik, dan kewajiban-kewajiban bersama. Seperti apa yang dilakukan oleh Marx dan Engles dengan konsep keterikatan yang memiliki solidaritas (bounded solidarity) yang menggambarkan tentang kemungkinan munculnya pola hubungan dan kerjasama yang kuat, ketika suatu kelompok berada dalam tekanan negara atau kelompok lainnya.


2. Konsep Modern Tentang Modal Sosial

Modal Sosial menjadi fokus diskusi dan penelitian serta pengembangannya dalam berbagai kebijakan pembangunan terutama sekali banyak diilhami oleh karya-karya Robert D Putnam seperti; Making Democracy Work: Civic Transition in Modern Italy, 1993, dan Bowling Alone: America’s Declining Social Capital,1995. Begitu juga dengan Francis Fukuyama dengan karyanya The End of History and The Last Man, 1992; Trust, The Social Virtues and The Creation of Prosperity, 1995; The Great Disruption, Human Nature and The Reconciliation of Human Order, 1999; Social Capital and Civil Society, 1999; Social Capital and Development: The Coming .- 2002, dan beberapa karyanya yang lain. Pierre Bordieu (1983, 1986) dengan sosial teorinya. James Coleman yang mengkhususkan bahasannya pada dimensi Modal Sosial dan pendidikan (1998), dan masih banyak lagi para pemikir Modal Sosial yang lainnya.


3.Definisi Capital Social

Modal Sosial adalah sumber daya yang dapat dipandang sebagai investasi untuk mendapatkan sumber daya baru. Seperti diketahui bahwa sesuatu yang disebut sumber daya (resources) adalah sesuatu yang dapat dipergunakan untuk dikonsumsi, disimpan dan di investasikan. Sumberdaya yang digunakan untuk investasi disebut sebagai modal. Modal sosial berbeda dengan istilah populer lainnya yaitu Modal Manusia (human capital). Pada modal manusia segala sesuatunya lebih merujuk ke dimensi individual yaitu daya dan keahlian yang dimiliki oleh seorang individu. Modal sosial juga sangat dekat dengan terminologi sosial lainnya seperti yang dikenal sebagai kebajikan sosial (social virtue). Perbedaan keduanya terletak pada dimensi jaringan. Kebajikan sosial akan sangat kuat dan berpengaruh jika di dalamnya melekat perasaan keterikatan untuk saling berhubungan yang besifat imbal balik dalam suatu bentuk hubungan sosial. Robert D Putnam (2000) memberikan proposisi bahwa suatu entitas masyarakat yang memiliki kebajikan sosial yang tinggi, tetapi hidup secara sosial terisolasi akan dipandang sebagai masyarakat yang memiliki tingkat Modal Sosial yang rendah.

Randall Collin (1981) melakukan kajian tentang apa yang dia sebut sebagai phenomena mikro dan interaksi sosial yaitu norma dan jaringan (the norms and networks) yang sangat berpengaruh pada kehidupan organisasi sosial. Norma yang terbentuk dan berulangnya pola pergaulan keseharian akan menciptakan aturan aturan tersendiri dalam suatu masyarakat.Aturan yang terbentuk tersebut kemudian akan menjadi dasar yang kuat dalam setiap proses transaksi sosial, dan akan sangat membantu menjadikan berbagai urusan sosial lebih efisien. Ketika norma ini kemudian menjadi norma asosiasi atau norma kelompok, akan sangat banyak manfaatnya dan menguntungkan kehidupan institusi sosial tersebut. Kekuatan-kekuatan sosial dalam melakukan interaksi antar kelompok akan terbentuk. Pada akhirnya mempermudah upaya mencapai kemajuan bersama.Bank Dunia (1999) mendefinisikan Modal Sosial sebagai sesuatu yang merujuk ke dimensi institusional, hubungan- hubungan yang tercipta, dan norma norma yang membentuk kualitas dan kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat.Cohen dan Prusak (2001) memberikan pengertian bahwa Modal Sosial sebagai stok dan hubungan yang aktif antar masyarakat. Setiap pola hubungan yang terjadi diikat oleb kepercayaan (trust) kesaling pengertian (mutual understanding), dan nilai-nilai bersama (shared value) yang mengikat anggota kelompok untuk membuat kemungkinan aksi bersama dapat dilakukan secara efisien dan efektif


4. Unsur Pokok Modal Sosial

1. Partisipasi Dalam Suatu JaringanSalah satu kunci keberhasilan membangun Modal Sosial terletak pula pada kemampuan sekelompok orang dalam suatu asosiasi atau perkumpulan dalam melibatkan diri dalam suatu jaringan hubungan sosial.Masyarakat selalu berhubungan sosial dengan masyarakat yang lain melalui berbagai variasi hubungan yang saling berdampingan dan dilakukan atas prinsip kesukarelaan (voluntary), kesamaan (equality), kebebasan (freedom) dan keadaban (civility). Kemampuan anggota anggota kelompok/masyarakat untuk selalu menyatukan diri dalam suatu pola hubungan yang sinergetis akan sangat besar pengaruhnya dalam menentukan kuat tidaknya modal sosial suatu kelompok.

2. ResiprocityModal sosial senantiasa diwarnai oleh kecenderungan saling tukar kebaikan antar individu dalam suatu kelompok atau antar kelompok itu sendiri. Pola pertukaran ini bukanlah sesuatu yang dilakukan secara resiprokal seketika seperti dalam proses jual beli, melainkan suatu kombinasi jangka pendek dan jangka panjang dalam nuansa altruism (semangat untuk membantu dan mementingkan kepentingan orang lain). Dalam konsep Islam, semangat semacam ini disebut sebagai keikhlasan. Semangat untuk membantu bagi keuntungan orang lain. Imbalannya tidak diharapkan seketika dan tanpa batas waktu tertentu. Pada masyarakat, dan pada kelompok-kelompok sosial yang terbentuk, yang di dalamnya memiliki bobot resiprositas kuat akan melahirkan suatu masyarakat yang memiliki tingkat Keuntungan lain, masyarakat tersebut akan lebih mudah membangun diri, kelompok dan lingkungan sosial dan fisik mereka secara rnengagumkan.

3. Trust Trust atau rasa percaya (mempercayai) adalah suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam hubungan-hubungan sosialnya yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung, paling tidak. yang lain tidak akan bertindak merugikan diri dan kelompoknya (Robert D Putnam, 1993, 1995, dan 2002). Dalam pandangan Fukuyama (1995, 2002), trust adalah sikap saling mempercayai di masyarakat yang memungkinkan masyarakat tersebut saling bersatu dengan yang lain dan memberikan kontribusi pada peningkatan Modal Sosial.


4. Norma SosialNorma-norma sosial akan sangat berperan dalam mengontrol bentuk-bentuk perilaku yang tumbuh dalam masyarakat. Pengertian norma itu sendiri adalah sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyarakat pada suatu entitas sosial tertentu. Norma-norma ini biasanya terinstusionalisasi dan mengandung sangsi sosial yang dapat mencegah individu berbuat sesuatu yang menyimpang dan kebiasaan yang berlaku di masyarakatnya. Aturan-aturan kolektif tersebut biasanya tidak tertulis tapi dipahami oleh setiap anggota rnasyarakatnya dan menentukan pola tingkah laku yang diharapkan dalam konteks hubungan sosial.


5. Nilai-Nilai Nilai adalah sesuatu ide yang telah turun temurun dianggap benar dan penting oleh anggota kelompok masyarakat.

6. Tindakan ProaktifSalah satu unsur penting Modal Sosial adalah keinginan yang kuat dan anggota kelompok untuk tidak saja berpartisipasi tetapi senantiasa mencari jalan bagi keterlibatan mereka dalam suatu kegiatan masyarakat. Ide dasar dan premise ini, bahwa seseorang atau kelompok senantiasa kreatif dan aktif. Mereka melibatkan diri dan mencari kesempatan kesempatan yang dapat memperkaya, tidak saja dan sisi material tapi juga kekayaan hubungan hubungan sosial, dan menguntungkan kelompok, tanpa merugikan orang lain, secara bersama-sama. Mereka cenderung tidak menyukai bantuan bantuan yang sifatnya dilayani, melainkan lebih memberi pilihan untuk lebih banyak melayani secara proaktif.


2.2. Modal Sosial yang Menjembatani (Bridging Social Capital)Bentuk Modal Sosial ini atau biasa juga disebut bentuk modern dan suatu pengelompokan, group, asosiasi atau masyarakat. Prinsip-prinsip pengorganisasian yang dianut didasarkan pada Prinsip Universalisme tentang persamaan, kebebasan, nilai-nilai kemajemukan dan kemanusiaan, terbuka dan mandiri. Prinsip pertama yaitu persamaan bahwasanya setiap anggota dalam suatu kelompok memiliki hak hak dan kewajiban yang sama. Setiap keputusan kelompok berdasarkan kesepakatan yang egaliter dan setiap anggota kelompok..Kedua, adalah kebebasan, bahwasanya setiap anggota kelompok bebas berbicara, mengemukakan pendapat dan ide yang dapat mengembangkan kelompok tersebut. Ketiga, adalah kemajemukan dan humanitarian. Bahwasanya nilai nilai kemanusiaan, penghormatan terhadap hak asasi setiap anggota dan orang lain merupakan prinsip prinsip dasar dalam pengembangan asosiasi, group, kelompok atau suatu melalui masyarakat tertentu.

By : Teguh Iman Prasetya

Formula Singkat Kepemimpinan

Kepemimpinan merupakan lawan dari percobaan untuk mengendalikan orang lain. Kepemimpinan bukan masalah apa yang terjadi pada saat Anda ada, tapi justru pada saat Anda tidak ada. Leadership Pill mencoba mengemas formula-formula kepemimpinan menjadi sebuah pil. Pelajaran mengenai kepemimpinan yang efektif dapat dipetik dari formula yang dihasilkan serta dari proses dalam membuat formula itu.

Formula kepemimpinan yang dikemas menjadi satu pil tersebut terbuat dari ramuan rahasia, yaitu integritas, kemitraan dan penegasan. Integritas diperoleh dari respek dan kepercayaan. Kemitraan akan mengumpulkan potensi-potensi yang ada dari anggota tim. Penegasan berarti menjadikan orang lain mengetahui kalau apa yang dilakukannya adalah penting. Penegasan juga menjadikan orang-orang merasa dihargai.

Sebuah tim yang berkinerja tinggi tidak boleh menjadi lambat hanya karena ada yang gagal dalam komitmen. Anggota tim yang tidak memiliki komitmen berarti tidak respek pada anggota lainnya. Kepemimpinan menjadi efektif apabila semuanya dimulai dari self-leadership setiap anggota. Kepemimpinan bersifat dua arah.

Kepemimpinan bukan merupakan apa yang Anda lakukan terhadap orang-orang, melainkan apa yang Anda lakukan bersama orang-orang. Kepercayaan tidaklah sama dengan respek. Respek berarti melibatkan orang lain dan bersedia mendengarkan pendapat orang lain. Perbuatlah pada orang lain sama seperti apa yang Anda inginkan orang lain perbuat pada Anda. Selain itu, memimpin dengan memberikan contoh juga merupakan contoh yang nyata.

Memimpin dengan integritas berarti menjadi orang sebagaimana Anda mengharapkan orang lain menjadi dirinya. Kepercayaan berarti membiarkan orang lain melakukan apa yang menjadi wewenangnya serta bertindak secara sama, tidak peduli sang pemimpin berada di tempat ataukah tidak. Kepercayaan terjadi apabila nilai dan tingkah laku bertemu. Orang-orang semakin menaruh respek dan kepercayaan kepada pemimpin, apabila apa yang diucapkan sang pemimpin sama dengan apa yang dilakukannya.

Kunci kepemimpinan yang efektif terletak pada hubungan yang dibentuk bersama anggota tim. Formula rahasia yang kedua ini berakar dari berbagi informasi. Membagikan gambaran besar akan menjadikan setiap orang berada di halaman yang sama. Selain itu, waktu untuk berdiskusi secara satu per satu akan menambah kualitas kemitraan itu sendiri. Menjalankan tugas terasa lebih ringan apabila dikerjakan secara bersama-sama. Bukankah mendaki gunung terasa lebih gampang apabila dilakukan bersama-sama?

Pujian juga merupakan hal yang sangat penting dalam kepemimpinan. Pujian yang efektif apabila diberikan secara spesifik, tulus, dan dengan cepat setelah kejadian yang layak beroleh pujian terjadi. Pujian merupakan jalan terbaik bagi seseorang untuk mengetahui kalau karyanya diakui. Setiap orang juga memiliki tenaga untuk memberikan pujian. Ada kalanya kita menjumpai pekerja yang berkinerja kurang baik. Namun, kita juga harus mengakui kalau si pekerja itu masih memiliki kemampuan dan kesempatan untuk bekerja lebih baik.

Orang-orang akan berpikir untuk dirinya sendiri apabila Anda berhenti berpikir untuk mereka. Kepemimpinan pada dasarnya bagaimana membawa orang-orang menuju ke tempat yang seharusnya. Pencapaian yang tertinggi dari seorang pemimpin adalah memperoleh respek dan kepercayaan.

(Ringkasan dari buku The Leadership Pill, karya Ken Blancard dan Marc Muchnick)